Antara Covid dan Rizieq

Puisi Mardhika
3 min readJan 2, 2021

Testing Covid memang sukarela tapi Rizieq kan sudah mengumpulkan massa.

Bagaimana mestinya?

Source: CNN Indonesia

Wilayah Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kembali menyorot perhatian masyarakat pasca kepulangan Rizieq Shihab ke Indonesia. Pihak Polda Metro Jaya melakukan penyemprotan disinfektan jalanan di wilayah Petamburan hari Minggu (22/11) sebab Ketua Front Pembela Islam, Rizieq Shihab, menolak untuk melakukan testing covid Sabtu (21/11) dengan alasan sedang istirahat.

Sekretaris Bantuan Hukum DPP FPI, Aziz Yanuar berpendapat bahwa hal-hal yang dilakukan oleh aparat Indonesia agar Rizieq segera menjalani testing covid dianggap terlalu memaksa. Menurut Aziz, alasan Rizieq menolak untuk menjalani testing covid karena merasa dirinya baik-baik saja.

Lalu, bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia mengenai testing covid?

Dilansir dari The Conversation, Paul Kelly, Acting Chief Medical Officer, Australia berpendapat bahwa pemaksaan terhadap seseorang untuk menjalani pengujian virus di tubuh mereka adalah “jalan terakhir”. Memang betul, memaksa seseorang untuk menjalani testing virus berarti melanggar hak seseorang atas integritas tubuhnya.

Namun, semuanya kembali lagi kepada kebijakan masing-masing negara mengenai aturan siapa saja yang harus menjalani testing covid.

Kemudian, Rizieq tidak memiliki gejala Covid-19. Kepada orang tanpa gejala, testing covid bersifat sukarela. Namun masalahnya, setelah kepulangan ke Indonesia dari Arab Saudi, Habib Rizieq Shihab, tidak menjalani protokol kesehatan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Ia tidak menjalani isolasi mandiri selama kurun waktu 14 hari. Ia langsung mengadakan acara pernikahan putrinya dan perayaan Maulid Nabi.

Hal ini membuat masyarakat lain resah dan berasumsi bahwa, jangan-jangan Rizieq ataupun pengikutnya membawa Covid-19 di tubuh mereka dan mencelakakan orang lain. Sebab, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo mengungkapkan pemerintah telah melakukan swab kepada 15 orang yang ikut dalam kerumunan acara Rizieq Shihab di wilayah Petamburan hingga Kamis (19/11). Hasilnya, 7 orang positif Covid-19.

Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular terdapat aturan mengenai hak dan kewajiban Kepala Wilayah/Daerah setempat untuk menanggulangi adanya tersangka penderita penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah. Lantas, hal ini membuat Kanit Patroli Polsek Tanah Abang, Kompol Margiyano mendatangi kediaman Rizieq, Sabtu (21/11).

Namun, jika Rizieq sudah bersedia untuk menjalani pemeriksaan Covid-19, metode pemeriksaaan apa yang diakui validitasnya?

Menurut Pandu Riono, Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia, untuk pendeteksian kasus Covid-19 membutuhkan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) agar hasilnya lebih akurat dibanding rapid test. Menurut Pandu, penggunaan tes antibodi (rapid test), hanya untuk survei serologi, bukan untuk mendeteksi adanya virus Covid-19. Pernyataan tersebut kemudian disetujui oleh Wakil Kepala Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Biologi Molekuler Eijkma, Herawati Sudoyo.

Walau memang miris, faktanya, RT-PCR belum sepenuhnya disubsidi oleh pemerintah, sehingga masih banyak masyarakat yang belum pernah menjalani pemeriksaan Covid-19. Hal ini membuat masyarakat khususnya pengikut Rizieq, FPI, serba salah.

Namun, jika Rizieq masih bersikeras untuk menolak pemeriksaan Covid-19 dan masih berkeliaran bertemu dengan banyak orang tanpa karantina mandiri, maka Satgas Covid-19 bisa memaksa membawanya ke tempat isolasi yang telah dirujuk. Katakanlah, Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.

--

--